|
|
|
|
|
|
|
TERIMAKASIH SEMUA Pagi terasa begitu senyap. Tartil Qur'an dari musholla sebelah desa mulai mengusik lelap. Sesekali kokok ayam terdengar samar menyadarkan mimpiku saat disentuh fajar. Uffhhh... hari ini terasa mendebarkan karena banyak sekali yang harus kulakukan. Analisis data untuk TA belum juga sempurna. Statstik uji tak kunjung usai, akupun harus mulai lagi mendesain kartu buat pernikahan kawan baikku. Jam 6 pagi nanti harus segera berbasah-basah turun ke sawah motret buat pre-wedding teman kalau tak ingin kehabisan cahaya pagi, padahal konsep pemotretan juga belum terbersit di bayangan. Tapi untunglah ada teman kecil yang selalu mengetuk dini hariku, dan membangunkan lelap tidurku hingga aku dapat menyiapkan terlebih dahulu perbekalan perang untuk melawan hari yang panjang. Dia teman yang amat baik, yang selalu membangunkan sujud malamku, yang mengajari tertawa ketika kecewa tumpahruah di pelupuk raga. Ia kukenal karena blog ini. Katanya nama ilalangpatah mengingatkan sebuah puisi yang pernah singgah di hatinya. Lalu kukatakan bahwa aku bahagia dapat mengenalnya, hingga ribuan kosakata terkirim sebagai tanda persahabatan kita. Melalui sms dan sekedar misscall kami memberi tanda bahwa kami sedang bersama. Namun jika ada yang bertanya, "siapa sih yang sering misscall kamu itu?" Akupun lebih senang menjawab, ia teman yang dikirimkan Tuhan saat aku hampir hilang pegangan. Dan percaya atau tidak, ada satu lagu yang kucipta atas inspirasi dan kata-katanya. Judulnya, Ilalang Patah...! *gubrakz...! hehehe.... ;-p Memang tak kupungkiri, saat memiliki blog ini banyak sekali kejadian-kejadian menyenangkan kualami. Dari teman-teman kudapatkan dukungan yang tak pernah hilang. Dari tulisan di blog kalian kudapatkan torehan-torehan apik tentang kehidupan. Di halaman blog inipun dapat kembali kulukis kehangatan bercengkrama dengan kawan-kawan lama, dan tanggal 6 maret bahagia sekali aku dapat kopdaran dengan teman-teman blogger Jogja. Awal bulan inipun kuberanikan diri untuk mencatatkan nama di blog muslim indonesia meski dengan raut muka berwarna-warni karena sungguh aku tak enak hati mendaftarkan URL ini karena postingan di sini tak kental dengan warna islami. Tetapi Alhamdulillah serasa mendapat sebongkah anugerah, ternyata mereka menyetujui. Terimakasih ya.... Pernah ada yang bertanya, setelah masuk IMB apakah gaya bahasa dan model postinganmu akan berubah? Kujawab, mungkin tidak, namun setidak-tidaknya akan ada nilai moral yang mengawasi hingga tulisanku tak akan membabibuta tanpa penjaga. Inilah nature. Alami. Bergulirnya kebaikan yang nyata tak akan jatuh serta merta karena seperti terbitnya mentari pagi, setelah pekat menguasai akan menetas seberkas cahaya jingga lalu semakin menyala hingga penuh bercahaya. By the way, tulisanku emang membabi buta to? Nggak kan...? :-p Yah, pengalaman dengan blog ini memang hampir seluruhnya bersetting bahagia. Namun seperti bahagianya anak-anak yang bermain di bawah kanopi purnama, sesekali terselip juga di warna muram seakan bayangan kelam di punggung pepohonan. Ketika tersebut nama ilalang, kawan-kawan selalu berasosiasi pada puisi picisan, dan telunjuknya pasti beralamat di dadaku yang ceking. Dan itu terasa amat-amat tidak nyaman untuk identitas sebuah eksistensi. Sindirannya nggak bermutu banget getho loh.... Dan yaahh... tak jarang pula saat aku ingin menepi dari hiruk-pikuknya para pengembara dunia, perangkat selularku seringkali di call tanpa henti oleh nomor-nomor tak diketahui. Ini memang kebodohanku karena mencantumkan nomor di blog meski hanya berniat demi bertambahnya sahabat. Tetapi tak apalah dengan semua itu, karena kehidupan akan benar-benar memiliki arti saat kita dapat memaknai setiap detiknya sebagai dzikir kepada Illahi. Baik itu kita rasa sebagai sesuatu yang perih senyeri tusukan duri atau yang membahagiakan seperti lagu indah para ilalang. Iya kan? Ehm, udah dulu ya ngibulnya, ini mo nyari makan dulu. Rasanya lambung perih, seharian enzim-enzimnya belum mengurai nasi. Oiya, buat semua teman blog dan yang bukan tapi sering mengunjungi rumah maya ilalangpatah, hanya senampan terimakasih yang dapat kusuguhkan untuk semua kebersamaan yang telah kita lakukan. Sungguh, banyak keajaiban yang tercipta saat bersama kalian. Dan buat sahabat2 Blogger Jogja, ada beberapa foto kalian saat kopdaran kemarin nih. Fotonya kuambil dari kameranya andian yang dulu habis baterai-nya tapi sempat 4 frame ia berkarya. Silakan dinikmati, maaf ada satu foto yang kuusilin, maksudku untuk hiburan aja kok. Maaf yaa... Foto2nya klik di sini saja: - Para BloGGer JogJa - PM [phoTo mAnia]- HahAHaha....! - Ini NamAnya HaNdphone gEngGam sELuLar mBak :-)
|
|
|
|
|
|
|
|
Dalam pengelanaannya membelah sudut-sudut bumi, malam kemarin Kyai Kanjeng berepertoar di Masjid Syuhada Kotabaru. Mengapa saya lebih memilih kata repertoar dibandingkan pengajian atau tabligh akbar seperti yang tertulis untuk judul kegiatan ini? Bertitik pada tema kemajemukan, format suguhan dan dominasi musikal yang mereka tampilkan secara berurut rasanya akan lebih tepat jika penampilan mereka dilafadzkan dengan repertoar kebudayaan hingga sah dinikmati setiap orang tanpa batas tanpa kelas, bukan "pengajian" atau "tabligh" yang secara ikonik lebih menepi pada ritus keagamaan semata. Dan saya fikir mungkin dengan alur budaya seperti itulah Islam dapat menghapus stigma eksklusif dan kekerasan yang acap kali tertempel rekat di wajahnya. Itulah mengapa sejak lama saya selalu saja dapat menikmati pesan-pesan kultural dan kemanusiaan Emha yang menginti pada pusaran kedamaian dan kasih sayang di tengah lautan keberagaman yang kadang menenggelamkan esensi kemanusiaan. Meski yah... ada beberapa yang tidak sefaham terutama pandangan politik. Dan kufikir itu wajar. Kadang juga saat ikut bersendagurau di bawah panggungnya, di beberapa penampilan sering kudengar "pisuhan" yang seakan bumbu wajib. Dan walaupun pronunciationnya berkesan melucu dan tidak serius tapi tetap saja ketidaknyamanan mengganggu telinga. Yo opo Cak? Lek gak misuh lak yo gak popo ta..?
Dalam wacana kekerasan yang (katanya) identik dengan islam, ada hal yang menggugah kelenaan keber-agama-anku saat Mas Wijayanto bertauziah tentang Al-Fatihah sebagai Ummul Kitab, dan Basmallah sebagai ummulnya Ummul Kitab (Al-Qur'an) karena ia menjadi bacaan awalnya. Qur'an adalah tata nilai Islam, sehingga kita akan mengerti tata nilai dan prinsip Islam ketika kita dapat mehayati dan memahami pesan dalam lafadz Bismillahirohmanirrohim (yang artinya: Dengan menyebut asma Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang) itu. Secara tekstual jelas terlihat bahwa pesannya ialah mensifati pengasih dan penyayang. Sehingga kasih dan sayang itulah pangkal ajaran Islam, tata nilai Islam, mbok-mbokane Islam, ibunya Islam, Ummul Islam. Islam harus identik dengan kasih sayang dong, bukan kekerasan. Lalu ada pertanyaan, lho kalo kita diperlakukan sewenang-wenang. Membalas kesewenang-wenangan yang sama bukankah menunjukkan bahwa kita melakukan kekejian yang sama? Apa bedanya dengan mereka?
Deg...! Sontak pengembaraan persepsiku kandas dan berterminal di sini. Kadang dengan alasan keber-agama-an dengan mudahnya orang saling menikam. Kadang dengan alasan batas negara, halal menghilangkan nyawa penopang rizki sebuah keluarga. Kadang dengan alasan harta dan materi pukul-memukul menjadi hobi. Ah, sepertinya otak dan mulut sudah tidak berfungsi lagi. Lalu dimanakah ajaran awal kasih dan sayang tadi? Ummul Quran tadi...? Kemudian igatanku melayang pada perjuangan Mahatma Gandhi dan Chico Mendes yang justru memenangkan pertempuran dengan memaafkan (tanpa kekerasan). Lalu igatanku hinggap pula pada sebuah kebijaksanaan yang diajarkan keyakinan agamaku bahwa diijinkan melakukan pengadilan yang setimpal atas kesalahan yang dilakukan oleh orang terhadapmu, namun yang lebih mulia dari itu semua adalah memaafkan...
Semerbak kasih sayang Illahi yang dilukis untuk tema tabligh akbar malam itu lebih mengental lagi saat munsyid Swara Syuhada mengajak berkontemplasi tentang cinta. "...ketika cinta bergelora membakar gelora di dada hati jadi gembira terpancar nyata di raut muka, itulah mengapa cinta selalu jadi bahan bicara, berjuta tulisan kata takkan mampu mengartikan cinta, cinta karna dunia jadikan hati kurang bahagia, ia kan slalu meminta padahal semua tergantung padaNya cinta karna manusia jadikan hati gundah gulana, maka tambatkan cinta pada Allah yang maha kuasa..." Tak ada sangkalan apapun tentang hal ini. Akupun lantas manggut-manggut. Mengiyakan dan larut dalam keindahan dan kasih sayang Tuhan.
Malam semakin ngelangut saat nyanyian cinta yang diambil dari lagu Libanon dilantunkan. Betul-betul nyanyian yang melenakan hasrat. Kurasakan lengkingan optimisme dan desah pengharapan berpadu hingga membuat anganku tentang cinta makin meratap. Buat yang datang saat tabligh akbar kemarin dan tahu judul lagu yang dinyanyikan mbak Yuli yang dari Jombang itu, tolong kasih tahu saya ya...?! Ehm, sepertinya aku telah jatuh cinta nih, pada lagu itu.... :-)
|
|
|
|
|
|
|
|
Hari ini aku tambah usia Namun tak kutiup cahaya kandela Karena ia telah leleh bersama melapuknya tulang iga Hari ini aku ulang tahun Namun tak kulukis asa di larik-larik embun Karena kemarin air mata masih mengalir percuma Walau wangi kamboja berkunjung dengan rahasia Hari ini aku bertambah umur Namun hatiku pudar dan makin ancur..! Karena di kanvas mimpi yang bergambar pelangi Imaji saat tubuh dilumat bumi semakin asyik berepetisi Hari ini aku ulang tahun Namun mengapa tak kutulis seribu ampun Hingga dapat kupetik bintang malam Lalu menghapus catatan muram di kuil pemujaan Hari ini ulang tahun lagi Namun tak mampu kurepih satupun puisi Untuk menandai prosesi ini.
Dan saat rima mulai berbicara Lengkap sudah air mata mencacah usia Karena yang kudengar adalah sangkakala Ketika kau sematkan kado sepotong Thaahaa : seratusdua Sambil berkata, "Panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia....!"
Jogjakarta, 07 Maret 2005, 04:14 WIB
|
|
|
|
|
|
|
|
Di manapun kamu.... Saat diam dibawah kanopi malam Atau saat berkelana menuju hilir semesta Tetaplah menjadi seorang pencinta Yang terus mengepakkan sayap pengabdian pada kesetiaan
Kapanpun.... Entah saat memungut daun-daun perhiasan Atau saat menyulam bunga-bunga awan sebagai alas keabadian Tetaplah menjadi seorang pencinta Yang dapat mengusap perih menjadi sukacita
Itulah yang selalu kubisikkan di hati para pencinta Saat mereka dipersatukan dibawah ridlhoNya
Hari ini kau yang kuhormati sebagai saudara Mulai mengayuh perahu bahagia di sungai paling nyata Dan aku hanya bisa berdoa semoga bahagia ada di muaranya
Pada angin yang menabuh getar-getar kerinduan Dan pada ilalang yang melantunkan lagu kemesraan Tolong iringi alirannya hingga mereka redup di senjakala
Kakakku tercinta, selamat atas terpenuhinya separuh agama Selalu mendayunglah kalian bersama-sama....
Jogjakarta, 05 Maret 2005
Buat Mas Surawan dan Mbak Widi : Berbahagia atas pernikahannya, semoga terwujud keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah, keluarga yang damai tenteram, penuh cinta kasih berselimut nilai-nilai illahi. Dan semoga kebahagiaan dan hari-hari indah menjadi milik kalian dan kita semua. Amien... :-)
|
|
|
|
|
|
| | | |
|
|